Spektrometer
|
Deril Ristiani
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: deril.risty@gmail.com
|
Abstrak—Telah dilakukan percobaan spektrometer yang bertujuan untuk mempelajari
teori spektrometer prisma dengan pendekatan eksperimental, menentukan indeks
bias prisma kaca, menentukan panjang gelombang dengan menggunakan prisma yang
dikalibrasi, dan mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang
tertentu. Prinsip yang digunakan pada percobaan spektrometer ini adalah prinsip
lampu gas. Lampu gas helium dan hidrogen dipasang di depan kolimator pada alat spektrometer
kemudian dihubungkan dengan sumber tegangan listrik dan dilihat sudut garis
spektrum warna dengan memposisikan garis warna menggunakan teleskop. Jarum yang
tertunjuk pada skala ukur merupakan sudut deviasi masing-masing warna spektrum.
Hasil pada percobaan ini yaitu. teori spektrometer prisma dapat dilakukan
dengan mengunakan gas yang bersifat polikromatik. Spektrum warna yang terjadi
pada lampu gas hidrogen yaitu warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu.
Sedangkan pada lampu gas helium terpancar garis spektrum warna merah, jingga,
hijau, biru, dan ungu yang pemancarannya secara diskrit. indeks bias kaca
prisma adalah 1.838 serta panjang gelombang untuk
lampu Hidrogen, warna Merah 787.7 nm, warna Jingga 610.2 nm, warna Kuning 581.8
nm, warna Hijau 498.2 nm, warna Biru
442.7 nm, dan warna Ungu adalah 442.7
nm. Sedangkan untuk lampu helium nilai indeks bias kaca prismanya sebesar 1.841
untuk panjang gelombang warna Merah adalah 656.3 nm, warna Jingga 587.0 nm,
warna Hijau 484.7 nm, warna Biru 454.7
nm, dan Ungu 429.6 nm.
Kata Kunci—lampu gas, spektrum, prisma, spektro-meter.
I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari untuk
menjalani aktivitas diperlukan adanya suatu cahaya. Sedangkan dalam ruang hampa
(vakum), kecepatan cahaya adalah sama untuk setiap panjang gelombang atau warna
cahaya, artinya kecepatan cahaya biru sama dengan kecepatan cahaya infra merah.
Akan tetapi, jika sebuah berkas cahaya polikromatik atau dalam hal ini adalah
cahaya putih jatuh pada sebuah permukaan prisma kaca dengan membentuk sudut
terhadap permukaan tersebut kemudian melewati prisma tersebut, maka cahaya
putih itu akan diuraikan atau di despersikan menjadi spektrum warna. Fenomena
ini membuat newton percaya bahwa cahaya putih merupakan campuran dari
komponen-komponen warna. Dispersi atau penguraian warna terjadi didalam prisma
karena kecepatan gelombang cahaya didalam prisma berbeda untuk setiap panjang
gelombang.[3]
Cahaya merupakan gelombang transversal
yang termasuk gelombang elektromagnetik. Sifat-sifat cahaya diantaranya adalah
dapat mengalammi pemantulan atau yang biasa disebut dengan refleksi, pembiasan
atau yang dikenal dengan sebutan refraksi, pelenturan atau biasa disebut
difraksi, diserap arah getarnya atau polarisasi, dan diuraikan cahaya atau
biasa disebut dengan dispersi. Dispersi yaitu peristiwa terurainya cahaya putih atau polikromatik
menjadi cahaya mono kromatik atau cahaya yang berwarna-warni. Suatu cahaya
putih terdiri atas beberapa spektrum warna yang terbagi berdasarkan panjang
gelombang masing-masing. Saat suatu sinar cahaya melewati suatu medium yang
transparan maka akan mengalami pembiasan akibat perbedaan indeks bias medium
yang dilewatinya. Cahaya putih yang dapat terurai menjadi cahaya yang
berwarna-warni disebut cahaya polikromatik sedangkan cahaya tunggal yang tidak
bisa diuraikan lagi disebut cahaya monokromatik. Peristiwa dispersi juga terjadi apabila seberkas cahaya putih
dilewatkan pada suatu prisma sehingga membentuk spektrum cahaya. Spektrum ini
dapat diamati melalui spektrometer.[2]
Pembiasan
cahaya adalah pembelokkan arah rambat cahaya saat melewati bidang batas dua
medium bening yang berbeda indeks biasnya. sudut bias tergantung pada laju
cahaya kedua medium tersebut dan pada sudut datangnya.[3]
Hukum
Snellius adalah rumus matematika yang memberikan hubungan antara sudut datang
dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua
medium isotropik berbeda, seperti udara dan gelas. Nama hukum ini diambil dari
matematikawan Belanda yang bernama Willebrord Snelliu. Hukum ini juga dikenal
sebagai, Hukum Descartes atau Hukum
Pembiasan.[4]
Hukum Snellius I
Adapun bunyi Hukum Snellius I adalah :
“Jika suatu cahaya melalui perbatasan dua
jenis zat cair, maka garis semula tersebut adalah garis sesudah sinar itu
membias dan garis normal dititik biasnya, ketiga garis tersebut terletak dalam
satu bidang datar.”
Gambar (1.1) :
Pembiasan cahaya pada Hukum Snellius I.
Hukum Snellius II
Adapun bunyi Hukum Snellius II adalah :
“Perbandingan sinus sudut datang dengan
sinus sudut bias selalu konstan. Nilai konstanta dinamakan indeks bias(n).”
Gambar (1.2) : Hukum
Snellius II.
Menurut Newton sinar datang dari cahaya adalah
benda-benda sangat kecil yang terpancar dari bahan yang bersinar. Teori cahaya
yang lebih baru dikemukakan oleh Huygens adalah suatu gerak gelombang yang
terpancar dari suatu sumber dalam semuah arah. Dan menurut Maxwell cahaya
tampak adalah salah satu bentuk energi elektrimagnetik yang menjelaskan tentang
penjalaran cahaya.
Sebuah prisma memisahkan
cahaya putih menjadi pelangi. Hal ini di sebut dispersi prisma. Sebuah prisma
dapat bekerja karena dispersi pembelokan cahaya dengan panjang gelombang
berbeda ke sudut yang berbeda pula. Pelangi merupakan peristiwa terurainya
cahaya matahari oleh butiran-butiran air hujan. Peristiwa terurainya cahaya ini
disebabkan oleh perbedaan indeks bias dari masing-masing cahaya, dimana indeks
cahaya merah paling kecil dan indeks bias cahaya ungu paling besar. Karena cahaya putih merupakan
campuran dari panjang gelombang yang tampak dan ketika jatuh pada prisma,
panjang gelombang yang berbeda tersebut di belokkan dengan derajat yang
berbeda-beda. Dan cahaya ungu di belokkan paling jauh sehingga penyebaran
cahaya putih menjadi spektrum.[1]
Sedangkan menurut gambar (1.3) menggambarkan
seberkas cahaya yang melewati sebuah prisma. Gambar tersebut memperlihatkan
bahwa berkas sinar tersebut dalam prisma mengalami dua kalipembiasan sehingga
antara berkas sinar masuk ke prisma dan berkas sinar keluar dari prisma tidak
lagi sejajar.[3]
Gambar (1.3) : Pembiasan cahaya
pada prisma.
Spektrometer merupakan sebuah alat untuk
mengukur panjang gelombang dengan akurat menggunakan kisi difraksi atau prisma
untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda. Kisi difraksi adalah
sejumlah besar celah parallel yang bergerak sama. cahay dari sumber lampu yaitu
lampu gas neon, helium, hydrogen yang melewati celah pada kolimator. Celah
berada pada titik focus lensa sehingga cahaya parallel jatuh pada kisi.
Teleskop dapat memfokuskan berkas-berkas cahaya. Teleskop harus di posisikan
pada sudut yang sesuai dengan difraksi dari panjang gelombang yang dipancarkan
oleh sumber cahaya. Semakin sempit celah maka makin redup garis yang dilihat
pada spektrometer.[2]
Spektrometer digunakan untuk identifikasi atom
atau molekul. Ketika gas tersebut dipanaskan dan dilewati arus listrik, maka
gas akan memancarkan spektrum garis yang mempunyai arti hanya cahaya dengan
panjang gelombang diskrit tertentu yang di pancarkan dan berbeda untuk unsur dan
senyawa yang berbeda. Spektrum garis hanya terjadi untuk gas yang bertemperatur
tinggi dan bertekanan yang rendah.[4]
II. METODE
Gambar (2.1) : Rangkaian Percobaan.
Dalam melakukan percobaan spektrometer ini,
diperlukan peralatan dan bahan berupa satu set spektrometer (termasuk
kolimator, teleskop, dan prisma), lampu gas helium, lampu gas hidrogen, step up
dan down transformator, dan power supply. Langkah awal yang harus dilakukan
yaitu merangkai peralatan sesuai dengan gambar (2.1) yang ada diatas, kemudian memasang
lampu gas hidrogen di depan kolimator pada satu set spectrometer, namun pada
saat ini rangakaian jangan terlebih dahulu dihubungkan dengan sumber tegangan
(PLN). Kemudian menghubungkan rangkaian tersebut dengan power supply dan
memposisikan spektrum warna agar dapat terlihat jelas. Setelah garis-garis
warna terlihat jelas dengan menggunakan teleskop, skala referensi yang tertera
dalam skala ukur ditentukan, kemudian mengukur sudut deviasi yang dipancarkan
pada masing-masing warna dengan membaca jarum yang tertunjuk dalam skala ukur,
kemudian hasilnya dikurangi dengan skala referensi. Setelah semua sudut deviasi
pada masing-masing garis terbaca, maka rangkaian tersebut dimatikan (power
supply off). Kemudian di hubungkan lagi dengan sumber tegangan dan dilakukan
pengulangan sebanyak 3kali. Jika pada lampu gas hidrogen sudah selesai, maka
dilanjutkan dengan lampu gas helium dengan menggunakan cara yang sama seperti
diatas.
Untuk mempermudah melakukan percobaan ini, dapat
dilihat pada flow chart dibawah ini :
Gambar 2.2 : Flow chart percobaan spektrometer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Data
Dari
percobaan spektrometer yang telah dilakukan ini, maka akan didapatkan data-data
percobaan sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Data sudut deviasi pada lampu gas hidrogen
dan helium.
Warna
|
Lampu gas hidrogen
|
Lampu gas helium
|
||||
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
|
Merah
|
72.5
|
72.3
|
72.8
|
72.8
|
72.8
|
72.8
|
Jingga
|
73.2
|
73
|
73
|
73.3
|
73.3
|
73.2
|
Kuning
|
73.3
|
73.3
|
73.3
|
-
|
-
|
-
|
Hijau
|
74
|
74
|
73.8
|
74.3
|
74.3
|
74.5
|
Biru
|
74.5
|
74.4
|
74.4
|
74.3
|
75
|
75
|
Ungu
|
75.4
|
75
|
75
|
75.1
|
75.3
|
75.3
|
Tabel 3.2 : Data rata-rata sudut deviasi pada lampu
gas hidrogen dan helium.
Warna
|
Lampu gas
hidrogen
|
Lampu gas helium
|
Rata-rata sudut deviasi
|
Rata-rata sudut deviasi
|
|
Merah
|
72.53333
|
72.8
|
Jingga
|
73.06667
|
73.26667
|
Kuning
|
73.3
|
-
|
Hijau
|
73.93333
|
74.76667
|
Biru
|
74.43333
|
74.76667
|
Ungu
|
75.13333
|
75.23333
|
B. Perhitungan
Dari
data-data yang diperoleh, maka dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai
dari indeks bias (n) suatu prisma dan panjang gelombang (l) spektrum
warna. Untuk mencari nilai indeks bias (n) maka digunakan rumus matematis sebagai
berikut:
Setelah mendapatkan nilai indeks biasnya (n), maka
akan diketahui pula nilai panjang gelombangnya (lamda), dengan cara membuat grafik antara indeks
bias (n) terhadap seper panjang gelombang referensi kuadratnya. Sehingga nantinya akan diperoleh suatu
persamaan seperti :
dengan seperti itu, maka nantinya akan didapatkan
nilai panjang gelombangnya (lamda).
jika nilai panjang gelombangnya (lamda) sudah
diketahui maka akan dapat diketahui pula nilai error-nya dengan menggunakan
rumus :
Dengan menggunakan persamaan rumus (3.1)
maka akan diperoleh hasil perhitungan dari nilai indeks bias (n) suatu prisma, sebagai
berikut :
Dari contoh perhitungan diatas, maka dapat diketahui nilai indeks
bias (n) yang lain dari suatu spektrum warna pada lampu gas hidrogen dan helium
yang ditunjukkan pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 3.3 : Indeks bias pada lampu gas hidrogen.
Warna
|
Lampu gas Hidrogen
|
|||
Merah
|
1.830
|
1.829
|
1.833
|
1.831
|
Jingga
|
1.835
|
1.834
|
1.834
|
1.835
|
Kuning
|
1.836
|
1.836
|
1.836
|
1.836
|
Hijau
|
1.840
|
1.840
|
1.840
|
1.840
|
Biru
|
1.844
|
1.844
|
1.844
|
1.844
|
Ungu
|
1.837
|
1.848
|
1.848
|
1.844
|
Tabel 3.4 : Indeks bias pada lampu gas helium.
Warna
|
Lampu gas Hidrogen
|
|||
Merah
|
1.833
|
1.833
|
1.833
|
1.833
|
Kuning
|
1.836
|
1.836
|
1.835
|
1.836
|
Hijau
|
1.843
|
1.843
|
1.844
|
1.843
|
Biru
|
1.843
|
1.848
|
1.848
|
1.846
|
Ungu
|
1.848
|
1.850
|
1.850
|
1.849
|
Pada percobaan spektrometer
ini, diketahui lampu gas yang digunakan adalah lampu gas hidrogen dan lampu gas
helium, dimana setiap lampu gas memiliki spektrum warna yang berbeda-beda dan
disetiap spektrum warna memiliki lreferensi yang berbeda-beda pula, dimana lreferensi adalah suatu tetapan nilai
panjang gelombang dari suatu spektrum warna pada suatu lampu gas,
dalam percobaan ini lampu gas yang digunakan adalah lampu gas hidrogen dan
helium. Dimana untuk mencari suatu nilai dari panjang gelombang (l) suatu spektrum warna, diperlukan nilai panjang
gelombang referensinya (lreferensi). Berikut ini adalah nilai lreferensi, yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.5 : Tabel nilai lreferensi
pada lampu gas hidrogen dan helium.
No
|
Spektrum Warna
|
lreferensi
|
|
Hidrogen
|
Helium
|
||
1
|
Merah
|
715
|
667.8
|
2
|
Jingga
|
619.5
|
587.6
|
3
|
Kuning
|
579.5
|
-
|
4
|
Hijau
|
539.5
|
504.8
|
5
|
Biru
|
492
|
447.1
|
6
|
Ungu
|
422
|
438.8
|
Setelah diketahui nilai lreferensi-nya, maka akan didapatkan nilai
panjang gelombang (l) dari suatu spektrum warna
dengan menggunakan persamaan rumus (3.2), sebagai berikut :
Dari
contoh perhitungan diatas, maka dapat
diketahui pula nilai panjang gelombang (
) yang
lain dari suatu spektrum warna pada lampu gas hidrogen dan helium yang
ditunjukkan pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 3.6 : Panjang gelombang (lamda
) pada
lampu gas hidrogen.
No
|
Spektrum Warna
|
Lampu gas hidrogen
|
|
Indeks Bias
|
hitung
|
||
1
|
Merah
|
1.831
|
787.7
|
2
|
Jingga
|
1.835
|
610.2
|
3
|
Kuning
|
1.836
|
581.8
|
4
|
Hijau
|
1.840
|
498.2
|
5
|
Biru
|
1.844
|
442.7
|
6
|
Ungu
|
1.844
|
442.7
|
Tabel 3.7 : Panjang gelombang ( lamda) pada
lampu gas helium.
No
|
Spektrum Warna
|
Lampu gas hidrogen
|
|
Indeks Bias
|
hitung
|
||
1
|
Merah
|
1.833
|
656.3
|
2
|
Jingga
|
1.836
|
587.0
|
3
|
Kuning
|
-
|
-
|
4
|
Hijau
|
1.843
|
484.7
|
5
|
Biru
|
1.846
|
454.7
|
6
|
Ungu
|
1.849
|
429.6
|
Setelah diketahui nilai panjang gelombangnya baik itu
hitung dan
lreferensi maka dapat diketahui pula nilai
kevalidan datanya atau nilai errornya, dengan menggunakan persamaan rumus (3.3)
sebagai berikut :
Dari contoh perhitungan diatas, maka dapat diketahui pula nilai
error-nya yang lain dari suatu spektrum warna pada lampu gas hidrogen dan
helium yang ditunjukkan pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 3.8 : Nilai error pada lampu gas hidrogen.
No
|
Spektrum Warna
|
Lampu gas hidrogen
|
error
|
|
lreferensi
|
hitung
|
|||
1
|
Merah
|
715
|
787.7
|
10.2 %
|
2
|
Jingga
|
619.5
|
610.2
|
1.5 %
|
3
|
Kuning
|
579.5
|
581.8
|
0.4 %
|
4
|
Hijau
|
539.5
|
498.2
|
7.7 %
|
5
|
Biru
|
492
|
442.7
|
10.0 %
|
6
|
Ungu
|
422
|
442.7
|
4.9 %
|
Tabel 3.9 : Nilai error pada lampu gas helium.
No
|
Spektrum Warna
|
Lampu gas helium
|
error
|
|
lreferensi
|
hitung
|
|||
1
|
Merah
|
667.8
|
656.3
|
10.9
%
|
2
|
Jingga
|
587.6
|
587.0
|
0.1 %
|
3
|
Kuning
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Hijau
|
504.8
|
484.7
|
4.0 %
|
5
|
Biru
|
447.1
|
454.7
|
1.7 %
|
6
|
Ungu
|
438.8
|
429.6
|
4.7 %
|
C. Grafik
Dari data-data yang diperoleh pada
percobaan spektrometer ini, termasuk nilai indeks bias dan lreferensi yang sudah didapatkan, maka bisa juga didapatkan
nilai panjang gelombang (l) dari suatu spektrum warna
nantinya, dengan cara membuat
grafik antara indeks bias (n) terhadap seper panjang gelombang referensi
kuadratnya
. Sehingga dari grafik ini, akan didapatkan
nilai panjang gelombangnya (l).
Berikut adalah gambar grafik dari percobaan spectrometer yang menggunakan lampu
gas hidrogen dan lampu gas helium :
Tabel 3.10 : Hubungan antara nilai indeks bias prisma (n)
dengan nilai lreferensi pada lampu gas
hidrogen.
No
|
Spektrum Warna
|
Lampu gas hidrogen
|
|
Indeks Bias
|
lreferensi
|
||
1
|
Merah
|
1.831
|
715
|
2
|
Jingga
|
1.835
|
619.5
|
3
|
Kuning
|
1.836
|
579.5
|
4
|
Hijau
|
1.840
|
539.5
|
5
|
Biru
|
1.844
|
492
|
6
|
Ungu
|
1.844
|
422
|
Dari
tabel 3.10 diatas, maka akan didapatkan grafik antara nilai indeks bias prisma
dengan nilai lreferensi pada lampu gas hidrogen
seperti gambar dibawah ini :
Gambar (3.1) : Grafik antara nilai indeks bias prisma
dengan nilai lreferensi pada lampu gas
hidrogen.
Tabel 3.11 : Hubungan antara nilai indeks bias prisma
(n) dengan nilai lreferensi pada lampu gas
helium.
No
|
Spektrum Warna
|
Lampu gas hidrogen
|
|
Indeks Bias
|
lreferensi
|
||
1
|
Merah
|
1.833
|
667.8
|
2
|
Jingga
|
1.836
|
587.6
|
3
|
Kuning
|
-
|
-
|
4
|
Hijau
|
1.843
|
504.8
|
5
|
Biru
|
1.846
|
447.1
|
Dari tabel 3.11 diatas, maka akan
didapatkan grafik antara nilai indeks bias prisma (n) dengan nilai lreferensi pada lampu gas helium seperti
gambar dibawah ini :
Gambar (3.2) : Grafik antara nilai indeks bias prisma
dengan nilai lreferensi pada lampu gas
helium.
D. Pembahasan
Pada
percobaan ini bertujuan untuk mempelajari teori spektrometer prisma dengan
pendekatan eksperimental, menentukan indeks bias prisma kaca, menentukan
panjang gelombang dengan menggunakan prisma yang telah dikalibrasi, dan
mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang tertentu. Percobaan ini
dilakukan pada lampu gas yang bersifat diskrit karena pada gas helium dan
hidrogen merupakan gas polikromatik sehingga membutuhkan energi yang sedikit
untuk memecahkan menjadi gas monokromatik.
Cahaya polikromatik dapat terdispersi menjadi
cahaya monokromatik bila dilewatkan pada sebuah prisma.
Spektrum-spektrum warna yang terbentuk dapat diamati dengan teleskop. Dengan
mengetahui skala kedudukan teropong (sudut deviasi minimum) dan sudut bias
prisma, maka secara matematis indeks bias prisma dapat diketahui.
Berdasarkan data hasil percobaan pada kedua
lampu gas dapat diketahui bahwa nilai sudut deviasi terendah adalah warna merah
dan Sudut deviasi tertinggi adalah warna ungu. Hal ini disebabkan karena warna
merah memiliki indeks bias terendah. Sedangkan warna ungu memiliki sudut
deviasi tertinggi karena warna ungu memiliki indeks bias tertinggi. Berdasarkan
nilai panjang gelombang pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai panjang
gelombang tertinggi adalah warna merah untuk kedua lampu gas. Dan warna yang
memiliki panjang gelombang terpendek adalah warna ungu. Ini disebabkan karena
warna merah memiliki sudut deviasi yang paling kecil dan pada warna ungu
memiliki sudut deviasi paling besar.
Berdasarkan grafik diatas dari percobaan
spektrometer ini dapat disimpulkan bahwa dari kedua lampu gas yang digunakan
ternyata rata-rata grafiknya adalah linear atau nilai indeks biasnya sebanding
dengan nilai
. Meskipun ada bebe-rapa data yang
menyimpang, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dari faktor
penghlihatan terhadap spektrum warna yang ada pada spektrometer yang kurang teliti,
sehingga data yang didapat tidak stabil, dan besarnya nilai penyimpangan atau
error yang didapatkan dapat dilihat pada tabel diatas.
IV. KESIMPULAN
Dari percobaan spektrometer ini, dapat
disimpulkan bahwa teori spektrometer prisma dapat dilakukan dengan mengunakan
gas yang bersifat polikromatik. Selain itu, dapat ditentukan indeks bias prisma
yang memberikan nilai berbeda pada masing-masing panjang gelombang
dengan mengetahui sudut deviasi yang dipancarkan garis-garis warna spektrum.
Spektrum warna yang terjadi pada lampu gas hidrogen yaitu warna merah, jingga,
kuning, hijau, biru, ungu. Sedangkan pada lampu gas helium terpancar garis
spektrum warna merah, jingga, hijau, biru, dan ungu yang pemancarannya secara
diskrit. indeks bias kaca prisma adalah 1.838 serta
panjang gelombang untuk lampu Hidrogen, warna Merah 787.7 nm, warna Jingga 610.2
nm, warna Kuning 581.8 nm, warna Hijau 498.2 nm, warna Biru 442.7 nm, dan warna Ungu
adalah 442.7 nm. Sedangkan untuk lampu
helium nilai indeks bias kaca prismanya sebesar 1.841 untuk panjang gelombang warna
Merah adalah 656.3 nm, warna Jingga 587.0 nm, warna Hijau 484.7 nm, warna Biru 454.7 nm, dan Ungu 429.6 nm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan trerimakasih kepada
para asisten, rekan-rekan praktikum dan semua pihak yang terkait dalam
praktikum Spektrometer dalam melakukan percobaan dan penyelesaian laporan ini
DAFTAR
PUSTAKA
[1]
Arthur, beiser.2003.”Konsep
Fisika Modern”. Erlangga:Jakarta.
[2]
Dosen-dosen
fisika ITS,2000,”Fisika II”.Yanasika:Surabaya.
[3]
Douglas, C Giancolli.2001.”Fisika”.
Erlangga:Jakarta.
[4]
Edward, J
Film.1994.”Dasar-dasar Fisika Universitas Edisi kedua”.Erlangga:Jakarta.
[5]
Sears.1994.”Fisika
Universitas”.Erlangga:Jakarta.
[6]
Serway.2005.”Fisika
Modern”.USA:Thomson Learning.
No comments:
Post a Comment